Apa Itu Stagflasi? Penyebab, Dampak, dan Strategi Mengatasinya
Innoventure.id – Penjelasan lengkap mengenai stagflasi: kombinasi berbahaya antara inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi stagnan, dan pengangguran tinggi, serta tantangan kebijakan.
Dalam ilmu ekonomi makro, pemerintah dan bank sentral biasanya menghadapi dilema antara dua masalah utama: inflasi atau pengangguran. Namun, ada kondisi ekonomi yang jauh lebih buruk dan jarang terjadi, di mana kedua masalah tersebut muncul secara bersamaan, kondisi ini disebut Stagflasi (Stagflation).
Stagflasi adalah kombinasi berbahaya dan kontra-intuitif dari tiga kondisi ekonomi yang merugikan:
- Stagnasi (Pertumbuhan Ekonomi Rendah/Nol): PDB (Produk Domestik Bruto) tumbuh sangat lambat, stagnan, atau bahkan mengalami kontraksi.
- Inflasi Tinggi: Harga barang dan jasa naik secara cepat dan signifikan.
- Pengangguran Tinggi: Tingkat pengangguran berada di level tinggi karena bisnis tidak berkembang atau sedang merugi.
Stagflasi merupakan kondisi yang sangat menantang bagi pembuat kebijakan, karena alat yang digunakan untuk mengatasi inflasi biasanya akan memperburuk pengangguran, dan sebaliknya.
BACA JUGA : Peran Obligasi Negara: Pembiayaan APBN dan Manajemen Utang
1. Mengapa Stagflasi Begitu Berbahaya?
Secara tradisional, para ekonom meyakini adanya hubungan terbalik antara inflasi dan pengangguran yang digambarkan oleh Kurva Phillips. Yaitu, ketika pengangguran rendah, inflasi cenderung tinggi, dan sebaliknya. Stagflasi meruntuhkan teori ini.
Dalam kondisi normal, inflasi terjadi karena permintaan yang kuat (demand-pull), yang seharusnya mendorong perusahaan memproduksi lebih banyak dan mempekerjakan lebih banyak orang (mengurangi pengangguran). Dalam stagflasi:
- Daya Beli Tergerus: Masyarakat kehilangan pekerjaan (stagnasi) sementara biaya hidup terus meningkat tajam (inflasi).
- Kepercayaan Investor Hilang: Kombinasi antara prospek pertumbuhan yang suram dan ketidakstabilan harga membuat investasi domestik dan asing terhenti.
- Dilema Kebijakan: Bank sentral tidak bisa menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi (karena akan memperburuk pengangguran), namun juga tidak bisa menurunkannya untuk menstimulasi pekerjaan (karena akan memperburuk inflasi).
2. Penyebab Utama Timbulnya Stagflasi
Stagflasi yang paling terkenal terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1970-an, dipicu oleh dua faktor utama yang menciptakan guncangan pasokan (supply shock):
A. Guncangan Pasokan Negatif (Negative Supply Shock)
Ini adalah pemicu utama. Guncangan pasokan adalah peristiwa yang secara tiba-tiba meningkatkan biaya produksi di seluruh perekonomian.
- Contoh: Krisis minyak pada tahun 1970-an. Organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) membatasi pasokan, menyebabkan harga minyak mentah melonjak tajam. Kenaikan biaya energi ini memaksa perusahaan menaikkan harga jual produk mereka (menyebabkan inflasi), sementara pada saat yang sama, output produksi mereka menurun karena mahalnya biaya operasional (menyebabkan stagnasi dan PHK).
B. Kebijakan Moneter yang Keliru
Kebijakan bank sentral yang terlalu akomodatif (membiarkan uang beredar terlalu banyak dan suku bunga terlalu rendah) dalam jangka waktu lama, meskipun sudah ada tanda-tanda perlambatan ekonomi, dapat mendorong ekspektasi inflasi menjadi tinggi dan mengakar dalam pikiran masyarakat. Ketika guncangan pasokan terjadi, ekspektasi inflasi yang sudah tinggi ini membuat kenaikan harga semakin sulit dikendalikan.
3. Dampak Stagflasi bagi Masyarakat dan Bisnis
Dampak stagflasi terasa hingga ke tingkat rumah tangga dan operasional bisnis:
- Masyarakat Berpenghasilan Tetap: Kelompok ini menderita kerugian paling besar. Kenaikan harga kebutuhan pokok (inflasi) membuat penghasilan riil mereka menyusut, sementara peluang untuk mencari pekerjaan baru atau kenaikan gaji (stagnasi) sangat terbatas.
- Bisnis: Perusahaan menghadapi biaya bahan baku yang lebih tinggi (karena inflasi), namun di saat yang sama tidak dapat menaikkan harga jual produk mereka terlalu tinggi karena permintaan pasar yang lemah (stagnasi). Hal ini merusak margin keuntungan, memaksa perusahaan mengurangi investasi, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
- Aset Keuangan: Stagflasi menciptakan lingkungan yang sulit bagi investor. Saham cenderung berkinerja buruk karena prospek keuntungan perusahaan suram, dan obligasi juga berisiko karena inflasi menggerus nilai riil pembayaran bunga.
4. Strategi Mengatasi Stagflasi
Mengatasi stagflasi membutuhkan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter, serta fokus pada solusi sisi pasokan:
A. Fokus pada Sisi Pasokan (Jangka Panjang)
Solusi paling efektif adalah mengatasi akar masalah, yaitu guncangan pasokan, melalui kebijakan struktural:
- Reformasi Struktural: Melakukan deregulasi untuk meningkatkan kompetisi, memotong birokrasi, dan meningkatkan efisiensi pasar tenaga kerja, yang semuanya bertujuan meningkatkan kapasitas produksi.
- Diversifikasi Energi: Mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi (misalnya minyak fosil) dengan berinvestasi pada energi terbarukan atau sumber energi alternatif.
B. Kebijakan Moneter yang Kredibel
Bank sentral harus fokus mengendalikan ekspektasi inflasi dengan menunjukkan komitmen kuat. Diperlukan pengetatan moneter yang sangat hati-hati untuk menurunkan inflasi tanpa memicu resesi yang parah.
C. Kebijakan Fiskal yang Tepat Sasaran
Pemerintah harus menghindari stimulus fiskal yang terlalu luas (karena hanya akan memperburuk inflasi). Sebaliknya, pengeluaran harus ditargetkan pada investasi yang meningkatkan produktivitas jangka panjang (misalnya R&D, pendidikan, dan infrastruktur strategis), yang dapat mengatasi supply shock.
Kesimpulan
Stagflasi adalah skenario terburuk dalam ekonomi makro, menuntut kecerdikan dan disiplin tinggi dari pembuat kebijakan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa kunci untuk mencegah dan mengatasi stagflasi adalah memprioritaskan peningkatan kapasitas dan efisiensi produksi nasional (supply side) sambil secara tegas mengendalikan ekspektasi inflasi. Dengan menghindari kebijakan yang terlalu fokus pada stimulus permintaan tanpa dibarengi peningkatan kapasitas, suatu negara dapat mengurangi risiko terperosok ke dalam perangkap stagflasi.
