 
        Elastisitas Harga: Pengertian, Jenis, dan Contoh Kasusnya
Innoventure.id – Pelajari pengertian elastisitas harga, jenis-jenisnya, serta contoh kasus penerapannya dalam ekonomi dan bisnis sehari-hari.
1. Pendahuluan
Dalam dunia ekonomi, harga memiliki peran penting dalam menentukan perilaku konsumen dan produsen. Salah satu konsep dasar yang menjelaskan hubungan antara harga dan jumlah barang yang dibeli atau dijual adalah elastisitas harga.
Konsep ini membantu memahami seberapa sensitif perubahan permintaan atau penawaran terhadap perubahan harga. Misalnya, ketika harga barang naik, apakah konsumen tetap membeli dalam jumlah yang sama, atau justru mengurangi pembeliannya secara drastis?
Mengetahui tingkat elastisitas harga sangat penting, terutama bagi pelaku bisnis dan pembuat kebijakan ekonomi, untuk menentukan strategi harga yang efektif.
BACA JUGA : Peran Investasi dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
2. Pengertian Elastisitas Harga
Elastisitas harga (price elasticity) adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar perubahan jumlah permintaan atau penawaran suatu barang sebagai respon terhadap perubahan harga.
Secara matematis, elastisitas harga permintaan dapat dihitung dengan rumus:
Ed = (% perubahan jumlah permintaan) / (% perubahan harga)
Hasil perhitungan elastisitas dapat berupa angka lebih besar dari 1, sama dengan 1, atau kurang dari 1, yang masing-masing menunjukkan tingkat kepekaan permintaan terhadap harga.
3. Jenis-Jenis Elastisitas Harga
Dalam ekonomi, elastisitas harga di bagi menjadi beberapa kategori utama, tergantung pada tingkat respon konsumen terhadap perubahan harga.
a. Elastis (Ed > 1)
Permintaan di katakan elastis jika perubahan harga kecil menyebabkan perubahan jumlah permintaan yang lebih besar.
Contoh: Barang-barang mewah seperti tas bermerek atau mobil sport. Jika harga naik sedikit saja, konsumen cenderung menunda atau membatalkan pembelian.
b. Inelastis (Ed < 1)
Permintaan di sebut inelastis jika perubahan harga tidak terlalu memengaruhi jumlah barang yang dibeli.
Contoh: Barang kebutuhan pokok seperti beras, gula, atau bahan bakar. Meskipun harga naik, masyarakat tetap membelinya karena merupakan kebutuhan dasar.
c. Elastis Uniter (Ed = 1)
Dalam kondisi ini, persentase perubahan harga sebanding dengan persentase perubahan permintaan.
 Contoh: Jika harga naik 10% dan permintaan turun 10%, maka elastisitasnya bernilai 1.
d. Elastisitas Sempurna (Ed = ∞)
Permintaan di sebut elastis sempurna jika sedikit saja harga naik, permintaan langsung turun ke nol.
Contoh: Produk homogen di pasar persaingan sempurna, di mana konsumen bisa langsung beralih ke penjual lain.
e. Inelastis Sempurna (Ed = 0)
Dalam kasus ini, perubahan harga tidak memengaruhi permintaan sama sekali.
 Contoh: Obat-obatan tertentu yang sangat di butuhkan pasien. Berapa pun harganya, konsumen tetap akan membeli.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Elastisitas Harga
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingkat elastisitas suatu barang atau jasa:
- Ketersediaan barang pengganti: Semakin banyak barang pengganti, semakin elastis permintaannya.
 Contoh: Jika harga kopi naik, konsumen bisa beralih ke teh.
- Jenis barang: Barang kebutuhan pokok biasanya inelastis, sedangkan barang mewah cenderung elastis.
- Persentase pendapatan yang digunakan: Barang dengan harga relatif mahal (seperti mobil) lebih elastis dibandingkan barang murah (seperti sabun).
- Jangka waktu: Dalam jangka panjang, konsumen dan produsen memiliki waktu untuk menyesuaikan perilaku mereka, sehingga elastisitas meningkat.
- Kebiasaan dan loyalitas merek: Konsumen yang sangat setia terhadap suatu merek biasanya memiliki permintaan yang lebih inelastis.
5. Contoh Kasus Elastisitas Harga dalam Kehidupan Nyata
a. Kasus Barang Kebutuhan Pokok
Ketika harga beras naik dari Rp10.000 menjadi Rp12.000 per kilogram (naik 20%), konsumsi masyarakat hanya turun dari 10 kg menjadi 9,5 kg (turun 5%).
Maka elastisitasnya adalah:
Ed = 5% / 20% = 0,25
Artinya, permintaan terhadap beras bersifat inelastis.
Hal ini wajar karena beras merupakan kebutuhan utama yang tidak bisa digantikan dengan mudah.
b. Kasus Barang Mewah
Harga sepatu bermerek naik dari Rp1.000.000 menjadi Rp1.200.000 (naik 20%), dan penjualannya turun dari 100 pasang menjadi 70 pasang (turun 30%).
Maka:
Ed = 30% / 20% = 1,5
Artinya, permintaan terhadap sepatu bermerek bersifat elastis, karena konsumen masih bisa menunda pembelian atau beralih ke merek lain.
c. Kasus Produk Teknologi
Ketika harga smartphone model lama turun, permintaan bisa meningkat signifikan karena konsumen ingin memanfaatkan diskon atau promosi.
Ini menunjukkan bahwa produk teknologi biasanya elastis, karena konsumen sangat peka terhadap perubahan harga.
6. Elastisitas Harga dari Sisi Penawaran
Selain permintaan, elastisitas juga berlaku pada penawaran (supply).
 Elastisitas harga penawaran menunjukkan seberapa besar perubahan jumlah barang yang ditawarkan produsen akibat perubahan harga.
Rumusnya sama, hanya berbeda pada variabel jumlah barang yang ditawarkan.
Misalnya, ketika harga suatu produk naik, produsen akan terdorong meningkatkan produksi, menunjukkan bahwa penawaran bersifat elastis positif.
7. Pentingnya Memahami Elastisitas Harga
Pemahaman tentang elastisitas harga sangat penting bagi berbagai pihak:
- Bagi pengusaha: Menentukan strategi harga dan promosi yang efektif untuk memaksimalkan pendapatan.
- Bagi pemerintah: Membantu dalam menentukan kebijakan pajak dan subsidi agar tidak memberatkan masyarakat.
- Bagi konsumen: Mengetahui kapan waktu terbaik untuk membeli atau menunda konsumsi suatu barang.
Dengan memahami elastisitas harga, setiap pihak dapat membuat keputusan ekonomi yang lebih cerdas dan efisien.
8. Kesimpulan
Elastisitas harga adalah konsep penting dalam ekonomi yang menggambarkan hubungan antara perubahan harga dan jumlah permintaan atau penawaran. Tingkat elastisitas berbeda-beda tergantung pada jenis barang, pendapatan konsumen, dan ketersediaan barang pengganti.Melalui contoh kasus seperti beras, sepatu, dan smartphone, kita dapat melihat bagaimana elastisitas memengaruhi keputusan ekonomi sehari-hari.
Bagi dunia bisnis maupun kebijakan publik, pemahaman ini dapat menjadi alat strategis untuk merencanakan harga dan kebijakan ekonomi yang efektif.
